Senin, 29 Oktober 2012

ZIARAH KUBUR ADAT JAWA

Bagi masyarakat Jawa makam merupakan tempat yang dianggap suci dan pantas dihormati. Makam sebagai tempat peristirahatan bagi arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal. Keberadaan makam dari tokoh tertentu menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas ziarah dengan berbagai motivasi. Kunjungan ke makam pada dasarnya merupakan tradisi agama Hindu yang pada masa lampau berupa pemujaan terhadap roh leluhur. Candi pada awalnya adalah tempat abu jenazah raja raja masa lampau dan para generasi penerus mengadakan pemujaan di tempat itu. Makam, terutama makam tokoh sejarah, tokoh mitos, atau tokoh agama, juga merupakan tujuan wisata rohani yang banyak dikunjungi wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Ziarah makam merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa. Berbagai maksud dan tujuan maupun motivasi selalu menyertai aktivitas ziarah. Ziarah kubur yang dilakukan oleh orang Jawa ke makam yang dianggap keramat sebenarnya akibat pengaruh masa Jawa-Hindu. Pada masa itu, kedudukan raja masih dianggap sebagai titising dewa sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan seorang raja masih dianggap keramat termasuk makam, petilasan, maupun benda-benda peninggalan lainnya. Kepercayaan masyarakat pada masa Jawa-Hindu masih terbawa hingga saat ini. Banyak orang beranggapan bahwa dengan berziarah ke makam leluhur atau tokoh – tokoh magis tertentu dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Kisah keunggulan atau keistimewaan tokoh yang dimakamkan merupakan daya tarik bagi masyarakat untuk mewujudkan keinginannya. Misalnya dengan mengunjungi atau berziarah ke makam tokoh yang berpangkat tinggi, maka akan mendapatkan berkah berupa pangkat yang tinggi pula. Bagi masyarakat Jawa, ziarah secara umum dilakukan pada pertengahan sampai akhir bulan Ruwah menjelang Ramadhan. Pada saat itu masyarakat biasanya secara bersama-sama satu dusun atau satu desa maupun perorangan dengan keluarga terdekat melakukan tradisi ziarah ke makam leluhur. Kegiatan ziarah ini secara umum disebut nyadran. Kata nyadran berarti slametan (sesaji) ing papan kang kramat. Selamatan (memberi sesaji) di tempat yang angker /keramat. Kata nyadran juga memiliki pengertian lain yaitu slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur (kang lumrah ana ing kuburan utawa papan sing kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang) selamatan di bulan Ruwah menghormati para leluhur (biasanya di makam atau tempat yang keramat sekaligus membersihkan dan mengirim bunga). Di daerah-daerah yang mempunyai tempat bersejarah, agak berbau angker, pantai-pantai, goa-goa, yang punya kisah tersendiri biasanya mempunyai upacara adat yang disebut nyadran. Tak ubahnya dengan makna upacara-upacara adat yang lain, nyadran ini juga mengandung makna religius. Ada yang dengan jalan memasang sesaji di tempat itu selama tiga hari berturut turut, ada yang dengan cara melabuh makanan yang telah ‘diramu’ dengan berbagai macam kembang. Ada pula yang mengadakan kenduri dengan makanan makanan yang enak, lalu diadakan pertunjukan besar-besaran dan sebagainya. Kebiasaan mengunjungi makam sebenarnya merupakan pengaruh dari kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci lainnya di masa dahulu dengan tujuan melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kebiasaan ini semakin mendalam jika yang dikunjungi adalah tokoh yang mempunyai kharisma tertentu, mempunyai kedudukan tertentu seperti raja, ulama, pemuka agama, tokoh mistik, dan sebagainya. Dengan berkembangnya jaman, berkembang pula pemahaman manusia tentang ziarah, bahkan muncul berbagai maksud, tujuan, motivasi maupun daya tarik dari aktivitas ziarah ini. Ziarah Sebagai Ungkapan Doa Bagi Arwah Leluhur Secara umum ziarah yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan bagi masyarakat Jawa mempunyai maksud untuk mendoakan arwah leluhur mereka. Masyarakat biasanya secara bersama-sama mengadakan kerja bakti membersihkan makam desa atau dusun dengan segala tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku secara turun temurun. Ada juga yang dilengkapi dengan mengadakan kenduri bersama di makam, atau di rumah kepala dusun mereka. Pada umumnya mereka mengadakan sesaji dengan tidak lupa membuat kolak dan apem. Tradisi ini biasa disebut ruwahan, sesuai dengan bulan diadakannya yaitu bulan Ruwah. Bagi keluarga-keluarga tertentu biasanya telah diadakan kesepakatan untuk nyadran pada hari ke berapa dalam bulan Ruwah tersebut. Mereka yang berada jauh dari makam selalu menyempatkan diri untuk dapat bersama-sama mengunjungi makam keluarga mereka. Pada waktu ziarah tidak lupa mereka juga membawa bunga tabor untuk ditaburkan ke pusara makam keluarga mereka. Setiap keluarga biasanya mengajak serta anggota keluarga supaya mereka mengetahui dan mengenal para leluhur yang telah dimakamkan di situ. Adanya tradisi nyadran ini menimbulkan berbagai aktivitas yang muncul hanya pada saat tertentu yaitu hari-hari menjelang masyarakat melakukan kegiatan nyadran. Aktivitas yang dapat dikatakan insidental ini seperti misalnya penjualan bunga tabur yang meningkat tajam pada hari-hari sejak pertengahan bulan Ruwah. Hal ini dikarenakan masyarakat yang nyadran sudah dipastikan akan memerlukan bunga tabor untuk nyekar di makam leluhur mereka. Karenanya tidak aneh apabila pada saat-saat itu penjual bunga mulai marak, baik penjual yang memang biasanya sehari-hari berjualan bunga ataupun penjual bunga tiban, mereka hanya berjualan bunga pada saat-saat hari ramai nyekar. Terkait dengan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul pula aktivitas lain berupa jasa tenaga membersihkan makam. Di berbagai makam muncul para penyedia jasa untuk membersihkan makam keluarga tertentu dengan sedikit imbalan. Mereka biasanya berada di sekitar makam dan membersihkan makam bagi keluarga yang datang untuk ziarah. Dalam hal ini tradisi ziarah mempunyai fungsi untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa suatu saat kematian akan kita alami. Selain itu juga seperti telah disebutkan dalam uraian di atas, bahwa ziarah makam akan menimbulkan ikatan batin antara yang masih hidup dengan leluhur yang telah meninggal.

Sabtu, 29 September 2012

LEGENDA CANDI GEDONG SONGO

ada Candi Gedong Songo yang mempunyai karakter Aura Alam Ghaib yang begitu kuat dan mistik.
Sesuai namanya komplek candi ini terdiri atas sembilan candi, berderet bawah ke atas yang dihubungkan dengan jalan setapak bersemen. Satu Candi yang berada dipuncak paling tinggi disebut puncak Nirwana. Sayang sekali dari sembilan Candi dua diantaranya sudah rusak hingga sekarang tinggal tujuh buah.
Ada juga bukit Kendalisodo dan Gua tempat Hanoman bertapa.
Komplek Candi Gedong Songo ini dibangun oleh Putera Sanjaya, Raja Mataram Kuno pada sekitar abad 7 masehi. Melihat langgam arsitektur dan pendirinya yang beragama hindu, candi gedong songo jelas merupakan candi hindu yang dibangun untuk tujuan pemujaan.
Berbagai patung Dewa yang ada disini seperti Syiwa mahaguru, Syiwa Mahadewa, Syiwa Mahakala, Durgamahesasuramardhani dan Ganesya sebagai bangunan pemujaan umat hindu. Juga ditemukan Lingga dan Yoni yang merupakan ciri khas candi hindu di Indonesia.
Kisah Gunung Ungaran :

Gunung Ungaran tempat candi gedong songo ini berdiri dahulu kala digunakan oleh Hanoman untuk menimbun Dasamuka dalam perang besar memperebutkan Dewi Sinta. Seperti diketahui dalam cerita pewayangan Ramayana yang tersohor itu Dasamuka telah menculik Dewi Sinta dari sisi Rama, Suaminya.Untuk merebut Sinta kembali pecahlah perang besar antara Dasamuka dengan bala tentara raksasanya melawan Rama yang dibantu pasukan kera pimpinan hanoman. Syahdan dalam perang tersebut Dasamuka yang sakti tak bisa mati kendati dirajam berbagai senjata oleh Rama.
Melihat itu Hanoman yang anak Dewa itu kemudian mengangkat sebuah Gunung untuk menimbun tubuh Dasamuka. Jadilah Dasamuka tertimbun hidup - hidup oleh gunung yang disebut sebagai gunung ungaran.
Dasamuka yang tertimbun hidup - hidup di dasar gunung ungaran setiap hari mengeluarkan rintihan berupa suara menggelegak yang sebenarnya berasal dari sumber air panas yang terdapat disitu. Sumber air panas yang mengandung belerang itu sendiri akhirnya menjadi tempat mandi untuk menghilangkan beberapa panyakit kulit.

LEGENDA RAWA PENING,,


Konon Rawa pening dimulai dari sebuah mitos yang turun-temurun diwariskan menjadi sebuah kearifan lokal. Awal mula Rawa Pening dimulai dari Legenda Baru Klinting, yang dikisahkan sebagai anak kecil yang sakti, namun memiliki wajah yang buruk rupa sehingga menjadi bahan ejekan anak sebayanya. Hanya seorang Janda yang mau menerima keberadaan baru Klinting. Suatu saat Baru Klinting berpesan kepada Janda tersebut agar naik lesung “penumbuk padi” disaat mendengar kentongan. Kemudian Baru Klinting menjuju pelataran dan mengadakan sayembara, siapa yang bisa mencabut lidi yang ditancapkannya.
Tak satupun anak-anak yang bisa mencabut lidi yang ditancapkan Baru Klinting. Orang dewasa tak mau kalah juga, lalu satu persatu mencoba mencabut lidi tersebut, namun semuanya gagal. Akhirnya Baru Klinting yang mencabut lidi tersebut lalu setelah tercabut keluarlah semburan air yang semakin membesar. Usai mencabut lidi lalu Baru Klinting berlari sambil membunyikan kentongan dan akhirnya semua warga tenggelam dan hanya Janda tersebut yang selamat dengan naik lesung. Genangan airpun meluas dan menjadi sebuah danau yang jernih airnya yang disebut Rawa Pening.

Selasa, 11 September 2012

LEGENDA GUNUNG KEMUKUS


Ritual pesugihan dengan syarat melakukan hubungan seks dengan bukan pasangan resmi atau istri, menjadi syarat untuk mendapatkan kekayaan di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Syarat yang tidak lazim ini, membuat prostitusi di kawasan Gunung Kemukus pun tumbuh menjamur. Lalu, bagaimana asal mulanya ada ritual semacam itu?
Setiap hari para pencari kekayaan dengan jalan pintas banyak yang datang ke Gunung Kemukus. Mereka selain melakukan ziarah juga melaksanakan ritual pesugihan. Meski ritual ini bisa dilakukan setiap hari, namun banyak peziarah yang percaya ada hari-hari tertentu membawa berkah tersendiri. Misalnya, saat malam Jumat Pon dan malam Satu Suro.
Lokasi utama yang dituju para peziarah adalah makam Pangeran Samodro dan para pengawalnya. Asal mula ramainya orang ziarah ke makam Pangeran Samodro ini, berdasarkan versi penduduk setempat, tak lepas dari cerita kesaktian Pangeran Samodro.

Pangeran Samodro merupakan putra pertama dari istri resmi Prabu Brawijoyo dari kerajaan Majapahit. Ketika beranjak dewasa, Pangeran Samodro diperintah untuk merantau ke dunia luar kerajaan untuk mencari pengalaman yang diharapkan berguna kelak bila ia menjadi raja.

Setelah merantau beberapa tahun, Pangeran Samodro kemudian kembali ke istana. Namun ia justru jatuh cinta kepada salah seorang selir ayahnya yang bernama R.A. Ontrowulan. Selir itu pun ternyata menerima cinta Pangeran Samodro. Hubungan cinta keduanya akhirnya terbongkar sehingga Prabu Brawijoyo pun marah besar. Keduanya lalu diusir dari kerajaan. Mereka menetaplah di Gunung Kemukus sebagai suami-istri dengan bahagia.

Sebelum menetap di Gunung Kemukus, mereka mengembara ke daerah yang kini menjadi Kecamatan Sumber Lawang. Salah satu tempat yang sangat disenangi oleh R.A. Ontrowulan adalah sebuah sumber air di kaki gunung yang saat ini dikenal sebagai Sendang Ontrowulan. Di tepi mata air itu pula ia sering duduk dekat pohon jati dan bermeditasi sepanjang hari. Konon, sendang itu dibuatnya dengan menancapkan sebatang tongkat ke dalam tanah.


Pada suatu waktu, R.A. Ontrowulan bermeditasi di sebuah tempat yang jauh dan memakan waktu cukup lama. Ketika itulah, Pangeran Samodro jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Oleh penduduk Desa Blorong, jenazahnya dimandikan di Sendang dan dimakamkan. R.A. Ontrowulan yang tidak mengetahui kejadian itu, ketika kembali dijumpainya orang-orang desa yang baru saja menguburkan suaminya. Dia sangat sedih dan merasa bersalah hingga ia pun meninggal di tempat itu.

Beberapa tahun setelah meninggalnya Pangeran Samodro dan R.A. Ontrowulan, seorang tetua di desa melihat penampakan Pangeran Samodro. Dalam kedatangannya itu, dia berpesan pada orang tua itu bahwa ia akan memenuhi keinginan setiap orang yang datang ke makamnya dengan membawa bunga, dengan syarat bahwa orang yang datang itu harus memberi kesan telah mempunyai pasangan.

Demikian mitos dari pesugihan di Gunung Kemukus ini. Dalam mitos ini sendiri, sebenarnya syarat melakukan ritual seks dengan pasangan bukan resmi sebanyak 7 kali, bukanlah syarat yang terlalu penting dalam ritual pesugihan ini. Hanya saja banyak peziarah yang menafsirkan kata "dhemenane" sebagai kata "dhemenan" yang berarti pacar gelap, yaitu pria dan wanita yang bukan suami istri. Parahnya lagi,justru ritual ini seolah menjadi syarat wajib bagi peziarah agar maksudnya terkabul.

Senin, 10 September 2012

ASAL BERDIRINYA MESJID AGUNG DEMAK


Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah.
Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Raden Fattah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti angka 4 ( empat ), badan bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti angka 1 ( satu ). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Demak Yang Tersimpan Di Musium Masjid Agung Demak:
Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.
Pawestren, merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jama’ah wanita. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.
Surya Majapahit, merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit. Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 tahun Saka, atau 1479 M.
Maksurah, merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
Pintu Bledeg, pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti “Condro Sengkolo” yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Mihrab atau tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.
Dampar Kencana, benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono 1521 – 1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.
Soko Tatal / Soko Guru yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.
Situs Kolam Wudlu. Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.
Menara, bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi abad XX. Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin .

(http://demak-ku.blogspot.com/2009/04/masjid-agung-demak.html)

MAKAM KI AGENG SELO

Makam Ki Ageng Selo terletak di desa Selo,Kecamatan Tawangharjo,Kab.Grobogan.Tempat ini sebagai Obyek Wisata spiritual.Makam ini ramai di kunjungi para peziarah pada malam Jum'at,dengan tujuan untuk mencari berkah agar permohonannya di kabulkn oleh Alloh .Ki Ageng Selo(Kyai Ageng Ngabdurahman Sela) sendiri menurut cerita yang berkembang di masyarakat sekitar di akui memiliki kesaktian yang sangat luar biasa,beliau bisa menangkap petir.Beliau adalah keturunan Majapahit serta nenek moyang raja-raja Mataram Surakarta dan YOGYAKARTA
  Ki Ageng Selo di percaya masyarakat jawa sebagai cikal bakal yang menurunkan raja-raja di tanah jawa.Bahkan pemujaan kepada makam Beliau masih di tradisikan oleh raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.Sebelum Gerebeg Mulud( Upacara yang di selenggarakan pihak kraton kepada masyarakat berupa gulungan),utusan dari Surakarta datang ke makam Beliau untuk mengambil api abadi yang ada di makam tersebut.Begitu pula tradisi yang di lakukan oleh raja- raja Yogyakarta.Api dari makam tersebut di anggap sebagai api keramat.

LEGENDA API ABADI MRAPEN


Legenda Api Abadi Mrapen yang menjadi pertanyaan banyak orang.
Perjuangan Raden Patah yang didukung oleh para wali berhasil memukul mundur dalam menghancurkan Majapahit. Dan secara resmi Raden Patah dinobatkan memegang Kesultanan Demak Bintoro pada tahun 1500-1518 Masehi.
Dengan demikian berangsur-angsur membenahi wilayahnya yang sebenarnya sudah berkembang pesat, lagi pula telah menjadi pusat perdagangan, pendidikan dan penyebaran agama Islam, serta ini satu-satunya pusat pemerintahan Islam di Pulau Jawa. Untuk memenuhi semua kebutuhan, maka diboyonglah barang-barang warisan dari Majapahit yang berupa pendapa dialihfungsikan menjadi serambi mesjid agung yang merupakan perpaduan budaya Islam dan Hindu Buddha.
Ekspedisi pemboyongan yang dipimpin oleh Sunan Kalijaga, tampak berjalan lancar, hanya saja sesudah masuk wilayah Kesultanan Bintoro Demak (Mrapen) terlihat ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Melihat situasi yang mencemaskan itu Sunan Kalijaga memerintahkan semuanya berhenti, karena para prajurit terlihat letih.
Selama istirahat ada yang mencari mata air untuk digunakan sekedar pelepas lelah, tetapi naas baginya tak ada satupun yang mendapatkan sumber mata air. Guna mengatasi situasi yang gawat ini Sunan Kalijaga berjalan menuju tempat yang tidak jauh dari anak buahnya. Kemudian dengan konsentrasi penuh, memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Lalu tongkat wasiat miliknya ditancapkan ke tanah dan ditarik kembali. Terlihat lubang bekas tongkat itu tak lama kemudian menyemburkan api (Api Abadi).
Ditempat yang tidak jauh dilakukan serupa, tetapi yang keluar bukannya api melainkan semburan air yang bersih dan bening. Setelah mendapatkan air, maka ekspedisi meneruskan perjuangan melalui perjalanan panjang. Setelah ditujuan barang-barang bawaannya kembali dihitung dan diteliti jangan sampai ada yang tertinggal atau hilang. Setelah diketahui ada sebuah batu ompak yang tertinggal. Memang waktu itu ada yang berusaha mengambilnya di Mrapen, tetapi Sunan Kalijaga melarang, karena berwasiat bahwa batu ompak itu tidak perlu diambil, pada suatu masa akan berguna. Akhirnya beberapa murid Sunan Kalijaga ditugaskan untuk menyelamatkan batu ompak pada tempat yang terbaik. Dari hasil perjuangan murid-murid Sunan Kalijaga itulah hingga kini batu ompak sekarang terkenal dengan sebutan Watu Bobot abadi letaknya di sebelah api abadi Mrapen.
Disebelah sumber Api Abadi terdapat pula sumber mata air dengan celah sumur berdiameter 3 meter, kedalaman lebih kurang 2 meter dan pernah ditancapkan tongkat sewaktu murid Sunan Kalijaga membutuhkan air saat letih. Sumur tersebut dikenal dengan nama Sendang Dudo Pada waktu itu mata air ini digunakan untuk menyepuh sebuah keris pusaka milik Kyai Sengkelat. Kejadian yang luar biasa terlihat dan sangat menakjubkan, yaitu air sendang dudo yang tadinya bersih dan bening berubah menjadi keruh dan selalu mendidih, tetapi tidak panas. Dari gelembung air yang mengambang apabila disulut dengan api dapat menyala diatas permukaan air. Namun setelah diselidiki ternyata air tersebut banyak mengandung mineral dan zat-zat kimia. Air yang dilihat keruh bila dimasukkan kedalam sebuah gelas, akan berubah wujud menjadi bening. Konon sampai sekarang air tersebut mempunyai keajaiban untuk menyembuhkan orang yang menderita penyakit gatal-gatal.